inteligensi adalah keahlian memecahkan masalah dan kemampuan beradaptasi pada, dan belajar dari, pengalaman hidup sehari-hari.
tes inteligensi terbagi 2, yaitu:
>tes inteligensi individual
*tes binet
binet mengembangkan konsep mental age, yaitu: level perkembangan mental individual yang berhubungan dengan perkembangan lainnya.
lalu William Stern menciptakan konsep intelligence quotient (IQ), yaitu usia mental sesorang dibagi dengan usia kronologis, dikalikan seratus. Jadi rumusnya begini:
IQ= MA/CA x 100
*skala Wechsler
tes ini dikembangankan oleh David Wechsler. Skala ini untuk menunjukkan IQ secara keseluruhan dan menunjukkan IQ verbal dan IQ kinerja.
>tes kelompok
tes kelompok lebih nyaman dan ekonomis jika di bandingkan dengan tes individual. Namun juga ada kekurangannya. saat tes dilakukan, peneliti tidak dapat menyusun laporan individual, menentukan tingkat kecemasan murid, dsb.
masalah: apakah hasil tes IQ dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk berkompetensi?
pembahasan:
IQ tinggi bukanlah puncak nilai kemanusiaan. Jadi kita tidak dapat berpandangan bahwa yang memiliki IQ tinggi itu lebih berkompetensi dari pada yang rata-rata.
Maksudnya begini, mungkin anak yang IQ nya tinggi, pada kompetensi intelektualnya seperti keahlian verbalnya memang baik, namun bagi yang IQnya di rata-rata, mungkin keahlian verbalnya memang kurang, namun tetap harus dipertimbangkan kemampuan kreatif dan praktisnya. Jadi, jauhilah pandangan kepada seseorang menurut IQ nya. Karena tes IQ bukan mengukur potensi tetap. Perubahan kedewasaan dan pengalaman yang makin banyak dapat menaikkan kecerdasan seseorang.
kesimpulan: tes IQ tidak bisa dijadikan tolor ukur seseorang untuk berkompetensi. Karena tes IQ bukan mengukur potensi tetepa seseorang.
sumber: Santrock, J.W. (2008). Psikologi Pendidikan (edisi kedua). Jakarta: Prenada Media Group.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar