Senin, 10 September 2012

Teori-teori Belajar Awal


·      Anggota kelompok: 
   Nadya Putri Delwis (10-024)
   Melva Safira (10-036) 
   Qurratu Aini (10-067)  
   Aprilia Windy S (10-088) 

     Ivan Pavlov----Pengkondisian Klasik
Ivan Pavlov melakukan salah satu ekperimen laboratorium pada anjing. Fokus utama Pavlov dalam risetnya ini merupakan refleks. Dimana refleks merupakan proses dimana kejadian atau stimuli dapat memicu respon. Pavlov menggunakan anjing dalam penelitiannya ini, Dan pada akhirnya ia menemukan cara untuk mengontrol perilaku munculnya air liur anjing tersebut.
Dalam penelitian ini, terdapat 3 tahap. Yang pertama adalah tahap pra-ekperimental atau tahap alamiah. Dimana Pavlov menyebutkan stimulus pada tahap alamiah ini sebagai UCS (unconditioned Stimulus) serta respon refleksnya sebagai UCR (Unconditioned Response).  Sebagai contoh, ketika terdapat makanan (UCS), anjing refleks mengeluarkan air liur (UCR).  Tahap yang kedua tahap percobaan eksperimental, dimana pada tahap ini diberikan stimulus yang dipasangkan pada suatu hal yang sebenarnya tidak berkaitan secara berulang ulang terus. Dan pada tahap ketiga, yaitu tahap pasca ekperimental atau dikondisikan. Misalnya pada tahap kedua tadi diberikan makanan dan suara garpu secara bersamaan, respon yang muncul adalah air liur keluar. Ini dilakukan terus menerus. Sehingga pada tahap ketiga, ketika hanya ada suara garpu (CS= Conditioned Stimulus), air liur anjing tetap keluar (CR=Conditioned Respon/Reflex).
Jadi inti dari ekperimen tersebut adalah melatih refleks untuk merespon stimulus baru membutuhkan pemasangan berulang kali antara stimulus tersebut dan stimulus secara alamiah memunculkan refleks. 

·       Watson----Behaviorisme.
John Watson mengidentifikasi ada tiga reaksi emosional alamiah pada bayi yaitu cinta, takut, dan marah. menurutnya, emosi individu melibatkan pengkondisian dari tiga reaksi emosi tersebut. Watson melakukan eksperimen terhadap Albert, 11 bulan untuk mengkondisikan rasa takutnya terhadap objek yang berbulu halus.
Reaksi positif dan negatif dapat dikondisikan terhadap berbagai objek atau kejadian. Reaksi parental terhadap suatu objek juga dapat mempengaruhi reaksi emosi anak terhadap objek tersebut (suka atau takut). Reaksi emosional juga dapat terjadi dengan satu kali pemasangan stimuli saja. Misalnya ketika seseorang hendak kecelakaan di simpang tiga jalan, sehingga detak jantungnya menjadi cepat, keringat dingin, dan ketika dia melewati simpang tersebut di lain waktu, dia juga mengalami reaksi psikologis yang sama kembali.
Di dalam kelas munculkan suatu yang dapat menimbulkan reaksi positif terhadap suatu tindakan. Misalnya,menempatkan karpet di sudut kelas agar dapat tercipta tempat membaca yang nyaman sehingga menimbulkan reaksi positif terhadap kegiatan membaca tersebut. Guru harus bisa dan pintar untuk menyiapkan strategi-strategi khusus agar anak terhindar dari reaksi negative yang ditimbulkan karena suatu kegiatan. Sehingga tidak ada transfer reaksi emosional yang negative dari satu kegiatan ke kegiatan lainnya di kelas. 
Walaupun, teori pengkondisian ini sangat sederhana, namun kalau dilihat di dalam kenyataan memang begitulah adanya. Kadang kita tidak menyadari bahwa kita takut dengan ular karena kita pernah melihat reaksi takut orang tua ketika melihat ular. Kita tidak suka dengan sate, karena melihat teman kita muntah setelah dia memakan sate. Hal semacam itu terkadang tidak kita sadari namun ternyata itu merupakan contoh dari teori pengkondisian.
Jadi sebenarnya, teori belajar behaviorisme ini sering sekali terjadi di dalam kehidupan sehari-hari kita. Misalnya dilihat dari hal yang kecil saja seperti ketika orang tua kita sangat menyukai bunga, dorongan positif yang ibu berikan akan memperngaruhi kita untuk juga suka dengan bunga. 

·       Edward Thorndike----- Koneksionisme
Thorndike berbeda dalam dua hal dengan pengkondisian klasik, beliau tertarik dengan proses mental dan  alih-alih meriset reaksi refleks atau tidak sukarela beliau meneliti prilaku mandiri atau sukarela. Thorndike melakukan eksperimen pada hewan dengan meletakkan makanannya di luar sangkar dan tugas hewan tersebut itu adalah membuka tutup sangkar. Eksperimen ini disebut pengkondisian eksperimental dan teorinya disebut koneksionisme karena hewan membangun koneksi antara reaksi mandiri dengan stimuli particular.
Thorndike mengemukakan tiga hukum belajar:
a. hukum efek menyatakan bahwa suatu kedaan yang memuaskan setelah respon akan memperkuat perilaku yang tepat untuk sebuah situasi namun, jika keadaan kurang memuaskan setelah respon akan memperlemah perilaku tersebut untuk sebuah situasi
b.    hukum latihan menyatakan bahwa pengulangan dari pengalaman akan meningkatkan peluang respon yang benar.
c.    hukum kesiapan menyatakan bahwa pelaksanaan tindakan dalam merespon impuls yang kuat adalah memuaskan, sedangkan memaksakannya dalam kondisi yang lain adalah menjengkelkan.
Thorndike menyatakan bahwa stimulus dan respon itu memiliki koneksi satu sama lain.

·       Gestalt
Psikologi Gestalt berpendapat bahwa yang seharusnya diteliti itu perilaku molar bukan molecular. Psikologi gestalt juga berfokus pada persepsi belajar. Gestalt berpendapat bahwa individu harusnya memahami kondisi lingkungannya sebagai sebuah organisasi yang dapat mempengaruhi tindakannya. Dengan pemahaman tersebut  seorang individu mampu untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.
Sebagai kontribusi dalam studi belajar, Gestalt mengemukakan istilah insight atau pemahaman wawasan. Insight ini didapat dari proses memahami lingkungan dan mencari tahu sehingga menemukan pemecahan suatu masalah. Insight berbeda-beda juga tiap individu tergantung pengalaman indivisu tersebut, misalnya buku yang dibaca oleh orang tersebut, lingkungan tempat dia bergaul dan faktor-faktor lainnya. Dari insight ini seseorang dapat menemukan solusi bagi masalahnya.
Gestalt menyarankan cara pembelajaran untuk memecahkan masalah:
a.    membuat tugas atau masalah dari situasi yang kongkret atau sebenarnya terjadi
b.    selama pemecahan masalah tidak boleh menggunakan prosedur yang sama atau pengulangan
c.   pembelajaran tidak boleh berasal dari masalah yang basi yang bisa diketahui pemecahannya dari hafalan.
Psikologi Gestalt ini sangat menekankan pada bahwa individu memahami aspek dari lingkungan sebagai stimuli dan merespon berdasarkan persepsi tersebut. Dan organisasi atau stimulus dari lingkungan tersebut merupakan proses, dan proses ini yang nantinya mempengaruhi persepsi. Salah satu contohnya seperti ketika kita melihat gambar 2.5, dalam gambar tersebut sebenarnya hanya ada duri duri namun kalau dilihat dalam gambar yang lengkap,akan menimbulkan persepsi kita terhadap gambar trsebut bahwa gambar tersebut sebenarnya berbentuk lingkaran yang dipenuhi duri.
·         Perbandingan antara Behaviorisme dan Teori Gestalt
Berdasarkan aplikasi pendidikan, psikologi behaviorisme mendefenisikan belajar sebagai perubahan perilaku dan mengindentifikasi stimulus dan respon spesifik sebagai fokus riset, sedangkan Gestalt berpendapat bahwa seseorang yang merespon stimulus yang terorganisasi dan persepsi perorangan merupakan faktor penting untuk memecahkan masalah. Dalam asumsi dasar, behaviorisme memandang perilaku harus dapat diamati, belajar merupakan perubahan serta hubungan antara stimulus dgn respon harus dipelajari sedangkan pada pskilogi Gestalt memiliki asumsi bahwa individu bereaksi pada sebuah kesatuan. Kesatuan tersebut memiliki properti baru yang berbeda dari apa yang ada pada elemen tersebut. Dalam eksperimen umum yang dilakukan pula terdapat perbedaann yaitu jika pada behaviorisme melakukan trial dan error serta berfokus pada respon emosional/refleks dan pemasangan stimulus. Sedangkan pada Gestalt, mengorganisasikan kembali dimana subjek ditempatkan pada situasi yang mensyaratkan restrukturisasi bagi solusi/pemecahan masalah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar