· Anggota kelompok:
Nadya Putri Delwis (10-024)
Melva Safira (10-036)
Qurratu Aini (10-067)
Aprilia Windy S (10-088)
Ivan Pavlov----Pengkondisian Klasik
Nadya Putri Delwis (10-024)
Melva Safira (10-036)
Qurratu Aini (10-067)
Aprilia Windy S (10-088)
Ivan Pavlov----Pengkondisian Klasik
Ivan Pavlov melakukan salah satu ekperimen
laboratorium pada anjing. Fokus utama Pavlov dalam risetnya ini merupakan
refleks. Dimana refleks merupakan proses dimana kejadian atau stimuli dapat
memicu respon. Pavlov menggunakan anjing dalam penelitiannya ini, Dan pada
akhirnya ia menemukan cara untuk mengontrol perilaku munculnya air liur anjing
tersebut.
Dalam penelitian ini, terdapat 3 tahap. Yang
pertama adalah tahap pra-ekperimental atau tahap alamiah. Dimana Pavlov
menyebutkan stimulus pada tahap alamiah ini sebagai UCS (unconditioned
Stimulus) serta respon refleksnya sebagai UCR (Unconditioned Response). Sebagai contoh, ketika terdapat makanan
(UCS), anjing refleks mengeluarkan air liur (UCR). Tahap yang kedua tahap percobaan
eksperimental, dimana pada tahap ini diberikan stimulus yang dipasangkan pada
suatu hal yang sebenarnya tidak berkaitan secara berulang ulang terus. Dan pada
tahap ketiga, yaitu tahap pasca ekperimental atau dikondisikan. Misalnya pada
tahap kedua tadi diberikan makanan dan suara garpu secara bersamaan, respon
yang muncul adalah air liur keluar. Ini dilakukan terus menerus. Sehingga pada
tahap ketiga, ketika hanya ada suara garpu (CS= Conditioned Stimulus), air liur
anjing tetap keluar (CR=Conditioned Respon/Reflex).
Jadi inti dari ekperimen tersebut adalah
melatih refleks untuk merespon stimulus baru membutuhkan pemasangan berulang
kali antara stimulus tersebut dan stimulus secara alamiah memunculkan refleks.
· Watson----Behaviorisme.
John Watson mengidentifikasi ada tiga reaksi
emosional alamiah pada bayi yaitu cinta, takut, dan marah. menurutnya, emosi
individu melibatkan pengkondisian dari tiga reaksi emosi tersebut. Watson
melakukan eksperimen terhadap Albert, 11 bulan untuk mengkondisikan rasa
takutnya terhadap objek yang berbulu halus.
Reaksi positif dan negatif dapat dikondisikan
terhadap berbagai objek atau kejadian. Reaksi parental terhadap suatu objek
juga dapat mempengaruhi reaksi emosi anak terhadap objek tersebut (suka atau
takut). Reaksi emosional juga dapat terjadi dengan satu kali pemasangan stimuli
saja. Misalnya ketika seseorang hendak kecelakaan di simpang tiga jalan,
sehingga detak jantungnya menjadi cepat, keringat dingin, dan ketika dia
melewati simpang tersebut di lain waktu, dia juga mengalami reaksi psikologis
yang sama kembali.
Di dalam kelas munculkan suatu yang dapat
menimbulkan reaksi positif terhadap suatu tindakan. Misalnya,menempatkan karpet
di sudut kelas agar dapat tercipta tempat membaca yang nyaman sehingga menimbulkan
reaksi positif terhadap kegiatan membaca tersebut. Guru harus bisa dan pintar
untuk menyiapkan strategi-strategi khusus agar anak terhindar dari reaksi
negative yang ditimbulkan karena suatu kegiatan. Sehingga tidak ada transfer reaksi
emosional yang negative dari satu kegiatan ke kegiatan lainnya di kelas.
Walaupun, teori pengkondisian ini sangat
sederhana, namun kalau dilihat di dalam kenyataan memang begitulah adanya.
Kadang kita tidak menyadari bahwa kita takut dengan ular karena kita pernah
melihat reaksi takut orang tua ketika melihat ular. Kita tidak suka dengan
sate, karena melihat teman kita muntah setelah dia memakan sate. Hal semacam
itu terkadang tidak kita sadari namun ternyata itu merupakan contoh dari teori
pengkondisian.
Jadi sebenarnya, teori belajar behaviorisme
ini sering sekali terjadi di dalam kehidupan sehari-hari kita. Misalnya dilihat
dari hal yang kecil saja seperti ketika orang tua kita sangat menyukai bunga,
dorongan positif yang ibu berikan akan memperngaruhi kita untuk juga suka
dengan bunga.
· Edward
Thorndike----- Koneksionisme
Thorndike berbeda dalam dua hal dengan
pengkondisian klasik, beliau tertarik dengan proses mental dan alih-alih meriset reaksi refleks atau tidak
sukarela beliau meneliti prilaku mandiri atau sukarela. Thorndike melakukan
eksperimen pada hewan dengan meletakkan makanannya di luar sangkar dan tugas
hewan tersebut itu adalah membuka tutup sangkar. Eksperimen ini disebut
pengkondisian eksperimental dan teorinya disebut koneksionisme karena hewan
membangun koneksi antara reaksi mandiri dengan stimuli particular.
Thorndike mengemukakan tiga hukum belajar:
a.
hukum
efek menyatakan bahwa suatu kedaan yang memuaskan setelah respon akan
memperkuat perilaku yang tepat untuk sebuah situasi namun, jika keadaan kurang
memuaskan setelah respon akan memperlemah perilaku tersebut untuk sebuah
situasi
b. hukum
latihan menyatakan bahwa pengulangan dari pengalaman akan meningkatkan peluang
respon yang benar.
c. hukum
kesiapan menyatakan bahwa pelaksanaan tindakan dalam merespon impuls yang kuat
adalah memuaskan, sedangkan memaksakannya dalam kondisi yang lain adalah
menjengkelkan.
Thorndike menyatakan bahwa stimulus dan
respon itu memiliki koneksi satu sama lain.
· Gestalt
Psikologi Gestalt berpendapat bahwa yang
seharusnya diteliti itu perilaku molar bukan molecular. Psikologi gestalt juga
berfokus pada persepsi belajar. Gestalt berpendapat bahwa individu harusnya
memahami kondisi lingkungannya sebagai sebuah organisasi yang dapat
mempengaruhi tindakannya. Dengan pemahaman tersebut seorang individu mampu untuk memecahkan
masalah yang dihadapinya.
Sebagai kontribusi dalam studi belajar, Gestalt
mengemukakan istilah insight atau pemahaman wawasan. Insight ini didapat dari
proses memahami lingkungan dan mencari tahu sehingga menemukan pemecahan suatu
masalah. Insight berbeda-beda juga tiap individu tergantung pengalaman indivisu
tersebut, misalnya buku yang dibaca oleh orang tersebut, lingkungan tempat dia
bergaul dan faktor-faktor lainnya. Dari insight ini seseorang dapat menemukan
solusi bagi masalahnya.
Gestalt menyarankan cara pembelajaran untuk
memecahkan masalah:
a. membuat
tugas atau masalah dari situasi yang kongkret atau sebenarnya terjadi
b. selama
pemecahan masalah tidak boleh menggunakan prosedur yang sama atau pengulangan
c. pembelajaran
tidak boleh berasal dari masalah yang basi yang bisa diketahui pemecahannya
dari hafalan.
Psikologi Gestalt ini sangat menekankan pada
bahwa individu memahami aspek dari lingkungan sebagai stimuli dan merespon
berdasarkan persepsi tersebut. Dan organisasi atau stimulus dari lingkungan tersebut
merupakan proses, dan proses ini yang nantinya mempengaruhi persepsi. Salah
satu contohnya seperti ketika kita melihat gambar 2.5, dalam gambar tersebut
sebenarnya hanya ada duri duri namun kalau dilihat dalam gambar yang
lengkap,akan menimbulkan persepsi kita terhadap gambar trsebut bahwa gambar
tersebut sebenarnya berbentuk lingkaran yang dipenuhi duri.
·
Perbandingan
antara Behaviorisme dan Teori Gestalt
Berdasarkan aplikasi pendidikan, psikologi
behaviorisme mendefenisikan belajar sebagai perubahan perilaku dan
mengindentifikasi stimulus dan respon spesifik sebagai fokus riset, sedangkan
Gestalt berpendapat bahwa seseorang yang merespon stimulus yang terorganisasi
dan persepsi perorangan merupakan faktor penting untuk memecahkan masalah.
Dalam asumsi dasar, behaviorisme memandang perilaku harus dapat diamati,
belajar merupakan perubahan serta hubungan antara stimulus dgn respon harus
dipelajari sedangkan pada pskilogi Gestalt memiliki asumsi bahwa individu
bereaksi pada sebuah kesatuan. Kesatuan tersebut memiliki properti baru yang
berbeda dari apa yang ada pada elemen tersebut. Dalam eksperimen umum yang
dilakukan pula terdapat perbedaann yaitu jika pada behaviorisme melakukan trial
dan error serta berfokus pada respon emosional/refleks dan pemasangan stimulus.
Sedangkan pada Gestalt, mengorganisasikan kembali dimana subjek ditempatkan
pada situasi yang mensyaratkan restrukturisasi bagi solusi/pemecahan masalah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar